dc.description.abstract |
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN PASAL 8 AYAT (1) HURUF i UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PRODUK MINYAK RAMBUT DI DESA LENGKONGJAYA KECAMATAN CIGALONTANG KABUPATEN TASIKMALAYA
Pelaksanaan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang mewajibkan pelaku usaha mencantumkan informasi lengkap pada produk, masih belum optimal di Desa Lengkongjaya. Penelitian ini mengkaji ketidaksesuaian praktik produsen minyak rambut dengan amanat hukum, terutama dalam hal pelabelan yang memenuhi kriteria “layak edar”. Contohnya, pelaku usaha Home Industry Putra Nyalindung Berkah yang belum mencantumkan informasi vital seperti aturan pakai, tanggal produksi, dan efek samping, sehingga berpotensi merugikan konsumen.
Masalah yang ditinjau dalam skripsi ini adalah tinjauan yuridis pelaksanaan ketentuan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam produk minyak rambut di Desa Lengkongjaya, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya. Kendala dan upaya-upaya pelaku usaha yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan ketentuan ketentuan Pasal 8 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penelitian menggunakan pendekatan normatif-empiris dengan analisis dokumen Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan data lapangan melalui wawancara, observasi, serta studi kasus terhadap pelaku usaha. Data dianalisis secara kualitatif untuk mengevaluasi kesenjangan antara praktik lokal dan ketentuan hukum.
Temuan menunjukkan bahwa ketidakpatuhan pelaku usaha disebabkan oleh minimnya kesadaran hukum, keterbatasan biaya dan teknis pencetakan label, serta ketiadaan sistem pencatatan produksi yang konsisten. Argumen bahwa produk berbahan alami “aman” secara turun-temurun tidak menggugurkan kewajiban hukum. Meski ada upaya seperti pemberian informasi lisan dan uji empiris terbatas, hal ini belum memenuhi standar transparansi dan kejelasan informasi tertulis yang diamanatkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dengan demikian penulis memberikan saran agar sosialisasi intensif tentang Undang-Undang Perlindungan Konnsumen, pendampingan teknis pelabelan, dan penguatan pengawasan oleh otoritas terkait lebih ditingkatkan lagi. Kolaborasi antara pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dengan pelaku usaha juga diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan hukum sekaligus melindungi hak konsumen. |
en_US |